(DEDIKASI.ID) – Klenteng Tjoe Hwie Kong merupakan tempat beribadah penganut agama Konghucu yang masih eksis hingga saat ini. Tempat ibadah ini merupakan simbol multikulturalisme yang dilestarikan oleh masyarakat Konghucu dan masyarakat sekitar yang memeluk agama lain. Sikap multikulturalisme itu turut dilestarikan oleh klenteng Tjoe Hwie Kong dan masyarakat sekitar. Klenteng ini terletak tepat di sisi timur sungai Brantas Kota Kediri.
Suprayitno selaku ketua Yayasan Tri Dharma yang mengelola klenteng tersebut, menjelaskan peran klenteng di Kediri selain menjadi tempat peribadatan juga menjadi simbol toleransi dan kerukunan antar masyarakat sekitar. Seperti diadakannya kegiatan kirab tahun baru imlek yang tidak hanya dikhususkan kepada etnis Tionghoa.
Kegitan tersebut juga melibatkan seluruh elemen masyarakat seperti banser, penghayat kepercayaan, dan masyarakat sekitar. Klenteng ini juga membuka pelatihan bahasa Mandarin yang bertempat di klenteng yang dibuka untuk umum, dan membuka pelatihan Barongsai di SMPN 6 Kota Kediri.
Baca tulisan lainnya
Pelatihan Barongsai ini tidak hanya untuk anak-anak yang beragama Konghucu, namun juga diperuntukkan untuk penganut agama lain guna melestarikan kebudayaan Indonesia. Selain membuka pelatihan bahasa Mandarin dan Barongsai, klenteng ini juga sering dikunjungi oleh masyarakat berbagai wilayah untuk tempat peribadatan.
Pemerintah Kota Kediri memberikan perhatian khusus kepada klenteng tersebut karena menjadi satu-satunya cagar budaya yang berada di Kota Kediri. Perhatian tersebut dilakukan oleh Pemerintah Kota Kediri karena penganut agama Konghucu adalah salah satu minoritas yang ada di kediri.
“Hanya ada puluhan pemeluk agama Konghucu di Kediri. Namun, yang beribadah di klenteng tersebut tidak hanya warga lokal, melainkan berbagai kota yang ada di Indonesia,” ucap Suprayitno selaku Ketua Yayasan.
Baca tulisan menarik lainnya di Dedikasi.id!
Reporter : M. Wafiyul Ahdi
Penulis : Nur laili Maghfiroh, M.Wafiyul Ahdi, Habba Dza Maa’al Azza, Fina Himmatul Ulya, Fats Annisa, Ninda Rahayu Sasabila, Zordantino Febryan Andi Wijaya.
*Berita ini merupakan hasil dari Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar (PJTD) 2024