DEDIKASI.ID – Kini persoalan biaya pendidikan tinggi tidak lagi menjadi hambatan setelah adanya beasiswa pendidikan yang dapat diperoleh mahasiswa. IAIN Kediri sebagai salah satu perguruan tinggi islam negeri di Karesidenan Kediri menawarkan beberapa format beasiswa. Salah satunya beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP)-Kuliah yang mewajibkan penerimanya untuk menetap di pondok pesantren.
Beasiswa – beasiswa di IAIN Kediri dibagi menjadi 2 rumpun besar yakni beasiswa akademik dan non-akademik. Sesuai dengan namanya, beasiswa akademik diseleksi berdasarkan indeks prestasi akademik calon mahasiswa.
Dalam hal ini, kampus menawarkan KIP-Kuliah yang merupakan peralihan nama dari beasiswa Bidikmisi pada 2020 lalu. Selanjutnya, untuk rumpun beasiswa non akademik, kampus menawarkan beasiswa tahfidz, baca kitab, dan beasiswa prestasi.
KIP-Kuliah menjadi program beasiswa paling diminati di antara beasiswa yang lain dan telah menerima banyak pendaftar baru pada semester gasal ini.
“Pada bulan ini, rencananya akan diumumkan nama–nama pendaftar yang lolos seleksi berdasar hasil rapat selama bulan September,” tutur Wahidul Anam Wakil Rektor 3 ketika diwawancarai oleh kru Dedikasi pada Selasa (21/09).
Untuk selanjutnya, mahasiswa yang lolos seleksi dan menjadi penerima beasiswa KIP-Kuliah diwajibkan untuk mondok di beberapa pondok yang sudah bekerja sama dengan kampus.
Hal ini, menurut Wahidul Anam, merupakan bentuk pengelolaan dana beasiswa secara tepat guna mengembangkan kemampuan mahasiswa.
“Kita ini kan dipercaya oleh negara mengelola biaya pendidikan yang tidak sedikit. Sebagai bentuk tanggung jawab kita, sekaligus kita kan punya visi bagaimana mahasiswa IAIN Kediri ini punya kemampuan lebih, minimal baca qur’an lah. Lha, kalau yang namanya mondok kan sudah jelas dapat lebih dari sekedar baca al quran,” terangnya.
Kebijakan mondok ini pada dasarnya mempermudah dalam proses monitoring terhadap mahasiswa selaku penerima beasiswa program KIP-Kuliah.
Kebijakan kewajiban mondok selama 2 tahun diadakan sebab mempertimbangkan waktu 2 tahun pertama sebagai mahasiswa merupakan masa-masa yang rentan dan perlu pengawasan, baik dari segi akademik maupun penggunaan uang saku KIP–Kuliah.
Bahkan mulai semester lalu telah diberlakukan adanya laporan pertanggungjawaban (LPJ) bagi mahasiswa penerima KIP–Kuliah sebagai bentuk nyata monitoring pihak rektorat. LPJ ini selanjutnya menjadi bahan evaluasi apakah mahasiswa penerima memerlukan pendampingan lebih lanjut atau tidak.
Mengenai pemilihan pondok, mahasiswa penerima diberi opsi untuk memilih pondok–pondok di sekitar kampus yang telah menjalin kerja sama dengan pihak pengelola.
Wahidul Anam menjelaskan hal berkaitan dengan mobilisasi dana dan pertimbangan lokasi serta jarak tempuh pondok dari kampus.
“Tujuan awal kebijakan ini sebenarnya untuk memaksimalkan keaktifan mahasiswa itu sendiri, maka jika pondok yang dipilih mahasiswa berlokasi cukup jauh dari kampus, tentu hal ini menyalahi aturan dan justru berpeluang menghambat keaktifan mahasiswa itu sendiri,” jelasnya.
Hal senada diutarakan oleh Munifah, Wakil Rektor 2 pada Selasa (21/09), ia menuturkan kebijakan wajib mondok ini sesuai dengan landasan penyelenggaraan KIP-Kuliah itu sendiri, yakni UU no. 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi bahwa SOP pelaksanaan beasiswa sepenuhnya merupakan kebijakan kampus.
“Untuk asrama, kampus sendiri (IAIN Kediri -red) mempunyai Ma’had al-Hikmah, namun jika mahasiswa menghendaki di pondok lain maka pondok yang bekerja sama dengan pengelola adalah ponpes al-Amin (khusus putra), Quranan Arobiyya dan Sunan Ampel,” jelasnya.
Munifah menambahkan, mahasiswi pun boleh memilih antara pondok ar-Roudloh, al-Fath, ataupun Syarif Hidayatullah. Kesemuanya berlokasi tidak jauh dari kampus, sehingga memudahkan mahasiswa untuk berpartisipasi aktif.
Bak gayung bersambut, tujuan baik kampus ini juga didukung oleh orang tua mahasiswa penerima beasiswa KIP – Kuliah. Hal ini disampaikan oleh Binti Khoiriyah, mahasiswa semester 3 prodi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) kepada Dedikasi.
“Orang tua saya mendukung kebijakan mondok dari kampus karena selain memudahkan mobilitas (tidak harus pulang pergi), lingkungan pondok tentu merupakan lingkungan yang positif,” ungkapnya.
Ia sendiri merasa bahwa berkuliah sambil mondok sedikit banyak juga membantunya memahami rumpun matakuliah agama, walaupun tentunya cukup menjadi tantangan bagi lulusan SMA/SMK.
Baca juga artikel terkait Kampus Kita di dedikasi.id
(dedikasi.id – Kampus Kita)
Penulis : Fina Qurrota, Taufiqurrohman
Editor : Firnas/Ela