(DEDIKASI.ID) – Memperingati satu tahun tragedi Kanjuruhan, Aksi Kamisan Kediribersama elemen masyarakat Kediri laksanakan aksi solidaritas tuntut kasus Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM berat. Acara digelar pada Kamis, 5 Oktober 2023 di Sekolah Alam Ramadhani dengan nonton bareng (Nobar) dan diskusi film documenter “Nisan Tanpa Keadilan” produksi Watchdoc Documentary.
Aksi solidaritas ini menggandeng beberapa elemen masyarakat sipil Kediri. Elemen tersebut diantaranya EKM UB, PemProf Kediri, Perjal Pare, PPMI DK Kediri, KMPS HTN IAIN Kediri, LPM Dedikasi, Aji Kediri, Puan Suara, Sekitar Institute, Taman Baca Mahanani, LBH Rumah Keadilan, Afiliasi Sekartaji, BEM UNISKA, IMM Cabang Kediri, PC PMII Kediri, Zinau, BEM UNP, BEM POLINEMA PSDKU Kediri, HMI Komisariat UB, dan Studio Foto Jagat.
Tujuan aksi ini untuk mengenang tragedi Kanjuruhan yang sampai saat ini tak kunjung usai. Selain itu nonton bareng dan diskusi film ini menghadirkan keluarga korban tragedi kanjuruhan, LBH Post Malang, dan Founder Social Movement Institute– Eko Prasetyo
Kartini salah satu keluarga korban tragedi kanjuruhan mengungkapkan kekecewaannya terhadap negara. Dalam kurun waktu 1 tahun, negara tidak bisa menuntaskan dan memberikan keadilan atas kematian anaknya. Ia juga menyayangkan laporan yang ia tujukan kepada Komnas HAM, hingga kini masih menggantung tanpa kejelasan.
“Padahal sudah memakan korban sebanyak itu, 135 nyawa belum termasuk pelanggaran HAM berat? Belum yang luka-luka. Lah terus pelanggaran berat itu yang bagaimana? Apa harus 1000 orang yang meninggal agar ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat?,” tegas Kartini.
Menanggapi perjuangan Kartini, Eko Prasetyo- founder Social Movement Institute juga mengapresiasi para anak muda yang sudah mau merawat ingat tentang tragedi kanjuruhan. Eko menyayangkan kejadian yang menewaskan setidaknya 135 nyawa lebih hingga saat ini belum mendapat keadilan. Ia merasa kecewa atas keputusan pemerintah merenovasi Stadion Kanjuruhan, tentu hal ini akan menghapus jejak tragedi Kanjuruhan.
“Sekarang kanjuruhan mau direnovasi, lah bagaimana renovasi itu akan menghapus jejaknya kalau direnovasi. Jejak itu penting, kalau direnovasi akan menghilangkan jejak dari kejadian ini semua,” tegasnya.
Sementara itu, Rafi Azzamy- komite Aksi Kamisan Malang memberikan tanggapan tentang agenda tersebut bahwa ketika para penguasa bisa membungkam suara, masih banyak cara untuk terus mengingat. Juga sebagai bentuk menumbuhkan rasa kepedulian untuk bersama-sama melawan tindak represifitas yang akhir-akhir ini sering terjadi.
“Indonesia bukan darurat toleransi melainkan darurat solidaritas, karena solidaritas adalah cara menghadapi intoleransi negara,” ungkapnya. Mahasiswa antropologi Universitas Brawijaya tersebut berharap kasus ini dapat di tuntaskan.
Baca tulisan menarik lainnya di Dedikasi.id!
Reporter : Maulana