Seperti kata Pramoedya Ananta Toer, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
Di bawah lampu temaram, beralaskan terpal, terlihat ada lingkaran kecil pemuda desa yang saling bersahut-sahutan membahas tentang kepenulisan.
Diskusi yang sifatnya santai layaknya jagongan warung kopi itu diadakan oleh kelompok pemuda yang menamakan dirinya Gapuro Ijo Pandan Kidul. Acara jagongan nDesa digelar di halaman Mushola Baitul A’la Dusun Surowono, Desa Canggu, Kecamatan Badas, Kediri pada Selasa, 30 Juni 2020. Tiga tahun kelompok pemuda itu telah konsentrasi dengan permasalahan lingkungan yang ada di Dusun Surowono. Seperti, pengangkatan sampah plastik di sumber mata air Kahuripan dan penanaman 1.000 pohon. Kini kelompok pemuda ini lebih terfokus untuk mendokumentasikan aksi nyatanya itu lewat tulisan.
Terdapat dua pemantik dalam acara jagongan nDesa, diataranya Moh. Irmawan Jauhari, seorang penulis buku dan Adip Dian Mahmudi, seorang pemerhati lingkungan. Keduanya berbagi cerita, pengalaman serta menularkan semangat menulis kepada pemuda Gapuro Ijo yang bergabung dalam diskusi bertajuk “Menulis Pengalaman dan Menggali Potensi untuk Kedaulatan Pangan dan Lingkungan Hidup” tersebut.
Irmawan mengajak pemuda menulis berbasis pengalaman hidup dan memadukan atau membandingkan dengan teori yang digunakan. Ia menganalogikan antara teori dengan pengalaman itu seperti orang belajar memasak. “Kalian seumpama memasak nasi tidak diajari, terus tiba-tiba langsung bisa. Bisa apa tidak? Ya pasti tidak bisa. Ketika kalian memasak diajari oleh ibu kalian, berarti ibu kalian itu memberikan sebuah teori tentang memasak,” terangnya.
Sedangkan, Adip menjelaskan bahwa menulis dan membaca adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Tidak diharuskan membaca dalam bentuk buku, namun juga harus membaca kenyataan. Menurutnya menulis berbasis pengalaman tidak perlu terpaku dengan bahasa-bahasa akademis, karena target pembaca mereka adalah khalayak luas, khususnya orang-orang pedesaan.
Diskusi yang dihadiri 20 pemuda pada malam itu berlangsung gayeng. Beberapa pemuda mengajukan pertanyaan tentang cara menulis yang baik, bagaimana mengkorelasikan antara realita yang ada dengan teori dan esensi tema yang akan ditulis, yaitu kedaulatan pangan dan lingkungan hidup.
Materi kepenulisan bagi beberapa orang dapat menyebabkan pusing kepala, namun kedua pemantik diskusi kali ini berhasil membuat materi kepenulisan menjadi asik dan terasa ringan. Dilain sisi, peserta hadir dengan latar belakang berbeda-beda, berbeda profesi maupun jenjang pendidikannya. Ada yang masih duduk di bangku SMP, SMA, maupun mahasiswa. Datang juga petani ikan, peracik kopi, dan peternak. Dari situlah timbul kesetaraan dalam hak mengakses pendidikan.
Output dari diskusi tersebut nantinya berbentuk sebuah tulisan paper berbasis pengalaman. Rencana kedepan, karya akan diikutsertakan dalam Kongres Kebudayaan Desa (KKD), nantinya tulisan tersebut menjadi rekomendasi pembentukan RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa).
“Tulisan itu rencana akan dikirim di Kongres Kebudayaan Desa (KKD), tapi itu bukan tujuan utamanya. Tujuan utamanya adalah kawan-kawan pemuda Gapuro Ijo mau belajar menulis dulu,” ujar Abdurrahman Affandi sebagai panitia penyelenggara diskusi Jagongan nDesa.
Penulis: Azam BZ