dedikasi.id – Aksi solidaritas terhadap represi yang diterima jurnalis Tempo, Nurhadi, masih terus bermunculan. Salah satunya adalah aksi bertajuk “Masyarakat Bebas Bicara” atau MASCARA yang digelar di Chocolata Café, Jl. Slamet Riyadi 30, Banjaran, Kota Kediri pada Rabu (31/03) kemarin.
Dimulai pukul 13.00 WIB, aksi tersebut dihadiri berbagai kalangan mulai dari pegiat literasi, jurnalis, aktivis aksi kamisan, sampai pegiat seni dan budaya.
Aksi tersebut diawali dengan peragaan pantomim oleh seseorang yang menggunakan kaos putih berlumuran darah dengan mata tertutup kain. Peragaan tersebut menggambarkan kekerasan terhadap jurnalis khususnya yang diterima oleh Nurhadi pada 27 Maret lalu. Sesuai nama aksi, semua yang hadir diberi kesempatan untuk bebas berbicara pada mimbar terbuka. Setelah aksi pantomim berlalu, para aktivis serta pegiat seni dan budaya bergiliran mengisi mimbar dengan pembacaan puisi dan orasi yang sesekali diiringi instrumen gitar akustik.
Faisal Gardiansyah (25), koordinator aksi yang juga seorang pegiat literasi dan pendiri Taman Baca Jendela mengungkap bahwa aksi ini dilakukan sebagai bentuk solidaritas atas represi terhadap jurnalis dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya. “Kita mungkin kebingungan bagaimana caranya biar ini tersuarakan, tersampaikan karena media hari ini sudah seakan-akan membungkam kita semua. Tidak ada lagi batasan yang demokratis, bersuara bersama. Hari ini kayaknya sulit sekali,” jelas pria asal Desa Wonojoyo, Gurah tersebut. Ia menambahkan bahwa dirinya bersyukur sebab masih banyak dukungan dan bantuan dari kawan-kawan aktivis yang sadar akan bergerak dan bersuara.
Salah satu jurnalis dari AJI Kediri, Danu Sukendro, dalam orasinya menyebutkan bahwa apabila hal ini (kekerasan terhadap Nurhadi -red) diabaikan, maka akan terjadi pembiaran hukum seperti pada peristiwa-peristiwa kekerasan terhadap jurnalis di berbagai tempat pada berbagai periode. “Kita tahu, Udin, wartawan Bernas, yang mengkritisi mantan bupati Bantul, ia ditemukan tewas dan sampai hari ini kita tidak menemukan siapa pembunuhnya.”
Danu juga menyayangkan bahwa pihak kepolisian tidak pernah responsif dalam menanggapi kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis. Menurutnya, hal tersebut bukan lagi pelanggaran terhadap kerja-kerja jurnalistik tapi sudah merupakan ancaman pembungkaman yang membuat masyarakat tidak dapat menerima sebuah informasi secara utuh dan jujur. “Inilah yang harus kita lawan bersama-sama,” serunya dalam orasi.
Baca juga artikel terkait Berita atau tulisan menarik lain di dedikasi.id
(dedikasi.id – Berita)
Reporter: M. Firnas Hibatulloh
Penulis: M. Firnas Hibatulloh
Editor: Ela Q