dedikasi.id – Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Dewan Kota Kediri telah menyelenggarakan nonton bareng (nobar) dan diskusi film Kinipan. Acara bertempat di Kedai Pohon, Tebuireng, Jombang pada Sabtu (11/4). Film Kinipan karya Watchdoc telah diputar lebih di 600 layar tancap swadaya di seluruh Indonesia. Film ini berkisah tentang perjalanan Feri Irawan dan Basuki Santoso yang masing-masing mengadvokasi wilayah hutan di Jambi dan Kalimatan Tengah.
PPMI DK Kediri bekerja sama dengan AJI Kediri yang ada di Jombang dalam mengadakan agenda tersebut. Pemantik pada malam itu yakni, Syarif dari AJI Kediri dan Pipit Syahrodin, Sekretaris Jenderal (Sekjend) PPMI DK Kediri. Acara dihadiri berbagai kalangan seperti mahasiswa, santri pondok, pegiat literasi taman baca mandiri (TBM), serta masyarakat.
Dalam diskusi pertama di Jombang, Syarif, Jurnalis AJI Kediri menyatakan bahwa film besutan Dandhy Laksono tersebut menyiratkan bahwa kebijakan negara akan bergantung kepada kebutuhan korporasi. Hal itu terjadi dikarenakan adanya transaksi politik antar penyokong modal dengan eksekutif, legislatif, ataupun peradilan.
“Bagaimana pejabat-pejabat itu bisa memikirkan nasib rakyatnya yang ada di hutan, sedangkan mereka tidak pernah tahu keadaan mereka (rakyat -red). Pejabat hanya mementingkan bagaimana usaha, bisnis dari korporasi berjalan lancar,” ujar pria yang juga berasal dari Jambi tersebut.
Menurutnya, perlu ada gerakan alternatif untuk mengubah kebijakan tersebut, semisal lewat film Kinipan ini. Selain itu, ia juga menambahkan mengenai perlunya gerakan langsung semisal melakukan apa yang masyarakat bisa, seperti menjadi jurnalis, petani, pedagang ataupun masuk ke dunia politik untuk langsung mengubah kebijakan.
Di samping itu, Pipit Syahrodin, Sekjend PPMI DK Kediri lebih menyoroti pada bidang pertanian dan pangan. Dalam film ditunjukkan bagaimana pemerintah juga ingin menerapkan food estate yang tersentral dan juga makin maraknya pembabatan hutan oleh perusahaan untuk perkebunan sawit.
Menurutnya, apa yang dilakukan pemerintah dengan kebijakan lumbung padi terpusat serta perubahan fungsi hutan untuk pertanian mengakibatkan lebih banyak kerugian. Kerugian yang dapat ditimbulkan seperti ketahanan tanaman yang rentan akan hama karena monokultur, hilangnya fungsi hutan, pemaksaan padi sebagai bahan pangan dan risiko kegagalan yang besar atas konsep food estate terpusat di lahan yang sangat luas.
“Kebijakan yang dilakukan pemerintah terlalu terburu-buru dan berisiko karena dampak yang akan diterima serta persentase potensi kegagalan yang lebih besar. Bukan malah mensejahterakan tapi malah merugikan,” ujar mahasiswa pertanian Universitas Islam Kadiri (UNISKA) tersebut.
Salah satu peserta yang hadir, Aril, pegiat literasi dari TBM berpendapat jika salah satu perubahan yang bisa diperbuat adalah dari daerah masing-masing. Ia juga menambahkan untuk tidak lupa memberi dukungan kepada daerah-daerah lain seperti masyarakat dan hutan Kinipan.
Tetap memberi dukungan kepada saudara-saudara kita yang jauh tapi yang paling berdampak juga kita mampu memulai perubahan di daerah dan masyarakat kita masing-masing,” ujarnya.
Faris, peserta nobar yang kebetulan berasal dari Lamandau Kalimantan Tengah, juga membenarkan adanya kejadian di Kinipan. Ia menuturkan bahwa sejak dulu masalah belum begitu terekspos oleh media. Diketahui akhir-akhir ini konflik itu baru terungkap di permukaan dan banyak diperbincangkan.
“Benar seperti itu kejadian disana (Kinipan -red). Semoga pemerintah segera mengambil kebijakan yang benar,” ungkap mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Jombang tersebut.
Baca juga artikel terkait Berita atau tulisan menarik lain di dedikasi.id
Reporter: Eko
Penulis: Eko
Editor: Firnas