(DEDIKASI.ID) – Diluar kegiatan keagamaan, Gereja Katolik Santa Maria yang berada di Desa Puhsarang Kec. Semen Kab. Kediri, tetap eksis dengan berbagai daya tarik didalamnya. Beberapa diantaranya adalah Goa Maria Lourdes dan pusat perdagangan di dalam gereja.
Gereja yang berdiri sejak tahun 1936 ini tergolong antik dengan desain yang unik. Gereja dengan gaya arsitektur menawan ini, berada di kaki Gunung Willis. Selain menjadi pusat beribadatan, gereja ini juga menjadi destinasi wisata yang bukan untuk jemaat katolik saja, tetapi juga bagi penganut agama lainnya.
Salah satu daya tarik gereja tersebut adalah Goa Maria Lourdes yang merupakan pengembangan dari gereja depan yang sudah berdiri sejak dulu. Goa Maria Lourdes ini adalah peninggalan Belanda yang sebelumnya hanya berupa lahan kosong. Proses pembangunan Goa Maria Lourdes ini merupakan duplikat dari Prancis yang arsitekturnya sudah diresmikan pada tahun 1999 dan sudah tidak ada lagi perubahan di dalamnya.
Goa Maria ini diyakini sebagai tempat yang manjur untuk memanjatkan doa. Beberapa pengunjung mempercayai bahwa doa-doa mereka akan lebih cepat terkabul di Goa Maria Lourdes. Goa Maria ramai dikunjungi pada hari-hari tertentu, khususnya pada hari Minggu untuk melakukan doa. Para pengunjung ada yang datang secara individu dan ada juga yang datang bersama rombongan. “Kegiatan yang dilakukan pada hari Minggu yakni ibadah rohani,” ujar Antonius Biddianto (41) selaku penjaga Goa Maria Lourdes.
Daya tarik lainnya dari gereja ini yaitu adanya makam para tokoh penyebar agama yang telah meninggal yang disebut sebagai makam Prodiakon. Pengunjung juga dapat berziarah kepada tokoh-tokoh yang dimakamkan disana. Hawanya yang sejuk membuat pengunjung merasa nyaman. “Secara rohani, tempat ini juga sebagai tempat untuk menyejukkan hati, menyenangkan, dan juga untuk menambah kepercayaan,” ujar Frida (54), seorang pengunjung dari Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Gereja ini juga menjadi pusat perdagangan dan oleh-oleh. Pedagang di gereja tersebut tidak hanya beragama Katolik saja, tetapi juga ada beberapa pedagang yang beragama Islam. Keberagaman itu tidak menggugurkan rasa toleransi dan saling menghargai antar pedagang.
Tanah yang mereka gunakan untuk membangun kios adalah tanah milik gereja yang sudah diserahkan hak milik kepada mereka yang membutuhkan dan sebagian lagi adalah tanah pribadi milik warga setempat. “Ini tanah gereja sebenarnya. Saya hanya diberi hak milik untuk diolah semampunya,” ujar Yueddy (48), salah satu pedagang makanan di area gereja tersebut.
Pengunjung gereja lebih ramai pada hari-hari tertentu seperti pada saat malam Paskah dan malam Jumat Legi. Sebagian penganut Katolik masih mempercayai adat Jawa, dimana malam Jumat Legi adalah waktu yang tepat untuk memanjatkan doa kepada Bunda Maria, tepatnya pada jam 11 malam sampai 4 pagi.