Site icon DẽDIKASI.ID

Seperti Roda Berputar: Refleksi dari Individu Kita Ketika Mengalami Sakit.

Penulis: Rusdi Mathari

Penyunting: Prima Sulistya

Penerbit: Buku Mojok

Halaman: xii  + 78 hlm

 

Buku ini merupakan karya penutup dari Rusdi Mathari. Sebuah novel yang belum rampung hingga ia menghembuskan nafas pada 2 Maret 2018 silam. “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit” merupakan memoarnya pada saat-saat dirinya berjuang melawan Tumor dan Kanker. Di tengah pergulatan fisiknya melawan penyakit, ia tetap menulis dengan Istiqomah meski harus bersusah payah. Hal itulah yang membuat Rusdi berbeda dengan wartawan ataupun penulis lainnya. Kondisinya yang ringkih tak pernah menjadi aral bagi dirinya dalam menggoreskan tinta.

 

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.”

 

Pada penghujung tahun 2016, Cak Rusdi, panggilan akrabnya, harus menelan pil pahit dalam hidupnya. Ia harus menerima tamu yang tidak pernah diinginkan. Ia divonis mengidap kanker dan tumor yang  tepat bersarang di punggung dan lehernya. Cak Rusdi adalah sosok pribadi yang menjalani pola hidup sehat, rajin berolahraga, selalu fit, dan nyaris tak pernah sakit namun naas penyakit ganas tetap bersarang di tubuhnya. Kebiasaannya menulis sembari duduk dengan posisi punggung tegak menatap laptop dengan suasana yang tenang, tidak bisa lagi dinikmatinya.

 

Awal bab berjudul “Di Rumah Sakit” bercerita tentang riwayat penyakitnya. Sebelum tumor-tumor tersebut bersarang di tubuhnya, Cak Rusdi sudah bolak-balik selama tiga kali ke Rumah Sakit. Pertama, ketika dirinya terkena tifus akut yang mengharuskan ia dilarikan ke Rusmah Sakit Pusat Pertamina(RSPP) dan menginap di sana selama sepuluh hari. Selang dua tahun dari perawatan di RSPP, Cak Rusdi harus kembali dirawat sebab Hemoroid atau Wasir. Padahal pada saat itu, ia baru saja memulai mahligai rumah tangga.Tepat di medio 2016, Cak Rusdi harus kembali ke rumah sakit. Semua berawal dari benjolan yang berada di sekitar punggung dan lehernya yang mengakibatkan rasa nyeri. Ternyata benjolan tersebut merupakan kanker dan tumor. Hasil MRI (Magnetic Resonance Imaging/pemindaian intensif lewat medan magnetik) menunjukkan tiga ruas tulang punggungnya telah hancur digempur kanker.

Lambat laun, kanker tersebut tak hanya menggerogoti fisik wartawan senior tersebut tapi juga menguras dompetnya guna biaya pengobatan. Tidak adanya opsi lain, mengharuskan ia dan istrinya menggunakan BPJS kesehatan sebagai jalan alternatif. Penggunaan BPJS Kesehatan bukan tanpa resiko karena setiap pasien yang menggunakan BPJS harus patuh pada prosedur dan birokrasi penggunaan BPJS.Hal itu juga yang membuanya harus menunggu selama dua bulan untuk bertemu dokter onkologi dengan alasan dokter hanya sanggup memeriksa dua puluh pasien setiap harinya.

Keesokannya, seorang sahabat Cak Rusdi menelepon dan menanyakan tentang perkembangan hasil pemeriksaannya. Pria kelahiran Situbondo itu pun menceritakan kondisinya dan apa yang ia alami selama di rumah sakit selama menggunakan BPJS. Hal tersebut sontak membuat sahabatnya gusar dengan pelayanan yang diberikan terhadap pasien BPJS. Akhirnya, sahabatnya bergegas membawa Cak Rusdi ke rumah sakit militer saat menjelang maghrib. Di sanalah, tempat yang akhirnya menjadi saksi bisu pergulatannya melawan kanker selama sepuluh bulan ke depan.

Di tengah sakit yang dideritanya, Cak Rusdi berusaha untuk tetap menulis. Tak lagi mengetik di layar komputer atau laptop, ia mengetik setiap kata demi kata melalui ponsel yang ia miliki. Sebuah karya fiksi, sebuah novel adalah apa yang ia harapkan untuk selesaikan. Semua tulisan yang berada di buku ini merupakan hasil ikhtiar seorang Rusdi Mathari ketika berada di rumah sakit.

Rusdi Mathari lahir di Situbondo pada 12 Oktober 1967. Ia merupakan wartawan dan juga penulis yang produktif. Tulisanya tersebar di berbagai portal media digital. Pada buku terakhirnya ini tak hanya menceritakan pergulatannya melawan kanker ganas, Cak Rusdi juga menyelipkan kritik terhadap buruknya sistem birokrasi kesehatan yang berada di Rumah Sakit. Khususnya pasien yang menggunakan BPJS Kesehatan seperti yang dialaminya sendiri pada bagian pertama dalam buku ini.

Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit merupakan refleksi dari individu kita masing-masing ketika mengalami sakit. Seorang Rusdi sangatlah beruntung, ia mendapat dukungan penuh moril dan materiil dari kawan-kawannya. Namun, akankah kita bisa seberuntung seperti Cak Rusdi, penulis yang tak kenal sakit, yang mendapat daya dukung sosial secara penuh? meminjam epilog dari Puthut EA “Kematian hanya bisa direnungkan oleh mereka yang masih hidup. Merenungkan hal ini mirip dengan ketika kita belajar ilmu sosial atau komunitas yang mengalami syok dan krisis. Ada satu titipan di hidup kita, yang hanya dengan satu kedipan, kita yang semula menjadi tulang punggung tiba-tiba berubah menjadi beban.”

*(Farkhan Hidayat)

 

 

 

Exit mobile version