(DEDIKASI.ID) – Apalah arti hidup jika kita tidak merasa bebas untuk berekspresi, didorong untuk mengikuti instruksi tanpa tanya, dan berhenti untuk berfikir tentang sekitarnya. Kita dibentuk menjadi semacam mesin yang tak punya rasa iba dan kepedulian terhadap sesama, tugasnya hanya bekerja untuk menghasilkan produk. Begitu sesak sekali dunia ketika kita dipaksa untuk mati rasa dan tidak bereaksi, hanya bisa mengamati dan sebatas tahu terhadap segala bentuk penindasan.
Apakah memang manusia diciptakan sebatas itu? Apakah kita memang sama dengan cara kerja sebuah mesin? Bekerja dan dipekerjakan?
Saya rasa tidak, bahkan sebelum melihat lingkungan sekitar. Manusia didorong untuk bisa memanusiakan dirinya sendiri. Sederhana, memenuhi kebutuhan diri akan rasa lapar, membuat diri sendiri tampil percaya diri, merasa cinta terhadap diri, atau bahkan berusaha untuk membuat dirinya tumbuh, mencapai tujuan hidup, dan menebar manfaat. Mulia sekali bukan, kecenderungan dan sifat alami manusia sebenarnya. Maka sangat tidak memanusiakan ketika segelintir orang memaksa kita untuk bungkam, menahan diri untuk mengikuti nurani, dan tidak bereaksi di tengah kegaduhan kondisi saat ini.
Sekelompok orang yang merasa dirinya tengah berkuasa itu dengan penuh rasa benar dan percaya diri telah mempereteli kesucian manusia itu sendiri. Mereka hanya menganggap kita sebagai rakyat yang hanya di desain untuk bekerja dan membayar serangkaian pajak yang tidak ada habisnya, tidak perlu diberikan kesejahteraan, kesenjangan sosial dibiarkan, mereka hanya sibuk dengan program-program yang menguntungkan mereka sendiri.
Baca tulisan lainnya
- Sebuah Catatan dari Anak Perempuan, Wanita Karir, dan Istri yang Mati di Tangan Suaminya Sendiri
- Menstruasi dan Pembalut Untuk Wanita
Apakah kita menyadari sejauh ini? Memahami segala bentuk penindasan yang terjadi?
Oh tentu tidak, narasi penguasa selalu menghegemoni kita semua, seolah semua baik-baik saja. Segelintir saja yang sadar, sisanya berada pada kesadaran magis, ditindas namun tidak menyadari bahwa mereka tertindas, mereka dipaksa menormalisasi segala bentuk kesulitan hidup, kekurangan lahan pekerjaan, pendidikan yang begitu mahal, dan biaya hidup yang kian hari kian pelik. Kesadaran mereka dihipnotis oleh serangkaian kebijakan yang menggiurkan, namun tidak berdampak signifikan, rakyat didorong untuk menjadi pemalas dan bergantung pada penguasa bukan difasilitasi untuk menjadi mandiri.
Apakah kita betah dijadikan sebatas mesin yang tidak memiliki hati nurani atau bertindak melakukan revolusi dan memperjuangkan hak-hak yang kita miliki?
Baca tulisan menarik lainnya di Dedikasi.id!
Penulis: : Ismail Saeful Hidayat