Site icon DẽDIKASI.ID

Mengenal Budaya Gamelan Melalui Kegiatan Karawitan

Suasana Kuliah lapangan (Foto : Wella A.Apriliani)

Suasana Kuliah lapangan (Foto : Wella A.Apriliani)

(DEDIKASI.ID) – Gamelan Jawa, sebutan bagi alat musik yang mempunyai bahan dasar dari logam ataupun perunggu serta berasal dari kebudayaan Jawa. Pada dasarnya, gamelan dipakai untuk mengiringi pagelaran wayang ataupun mengisi pagelaran-pagelaran Jawa. Alat musik ini hadir sejak abad ke-8 dan eksis hingga abad ke-11, ketika kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa, Bali dan Sumatra mengalami masa kejayaan . Alat musik ini mendapatkan transformasi dari kebudayaan Hindu dan Buddha yang kemudian dikembangkan lagi oleh Wali Songo dalam tradisi Islam.

Seperangkat alat musik gamelan terdiri dari 14 jenis alat musik yakni bonang, gendang, suling, siter, kempul, rebab, gong, slenthem, kenong, pekik, demung, saron, gender, gambang, serta bonang penerus. Setiap alat musik tersebut mempunyai filosofinya sendiri. Contohnya alat musik gong yang merupakan kepanjangan dari “Gumantung Agung” yang bermakna kebesaraan Tuhan (atau juga dikenal sebagai Gusti Kang Agung). Filosofi ini muncul berkaitan dengan masyarakat Jawa yang berkeyakinan bahwasannya semua fenomena yang terjadi di alam semesta ini terjadi karena kehendak-Nya.

Alat musik lain, seperti bonang juga mempunyai kepanjangan yaitu “Babon Wenang”. Kata tersebut berarti kemenangan dari seorang ibu. Dalam falsafah Jawa sendiri, ibu ialah faktor yang begitu penting karena kunci keberhasilan dari seorang anak adalah pada sang ibu. Seorang anak juga akan memuliakan kedudukan dari seorang ibu serta berusaha menghormati ibunya sebagai bentuk dari balas budi. Contoh lainnya yaitu alat musik saron, yang asal muasal katanya berasal dari kata “seru” yang mempunyai makna keras berpegang teguh dalam ajaran atau aturan Tuhan dalam hukum agamanya. Karena manusia  yang keras dalam pendirian agamanya akan selamat dari musibah yang menghampirinya.

Kemudian ada alat musik gambang yang diambil dari kata “gamblang”.  Gamblang dalam bahasa Jawa bermakna jelas dalam mendapatkan ilmunya sehingga jelas pula maksud dan pesanya. Serta alat musik lain seperti suling, nama suling diambil dari kata nafsu serta eling yang mempunyai arti selalu ingat pada Tuhan guna mengendalikan nafsunya.

Alat musik gamelan dimainkan dengan cara dipukul dan digesek. Nyaris semua dari alat musik gamelan cara memainkannya adalah dengan dipukul menggunakan alat pukul ataupun tangan. Hanya ada satu alat musik gamelan yang dimainkan dengan cara digesek, yaitu rebab. Alat musik rebab berasal dari wilayah Timur Tengah yang merupakan bentuk apdosi dari kebudayaan Hindu-Buddha dengan budaya Islam. Nada yang keluar dari alat musik rebab tetaplah mengikuti nada dari alat musik gamelan lain. Hanya saja, alat musik ini dimainkan dengan perasaan sambil mengikuti permainan dari alat musik gamelan lain.

Alat musik gamelan mempunyai banyak peran, salah satunya ialah sebagai alat pendidikan bagi masyarakat Jawa. Wali Songo menjadikan gamelan sebagai media pendidikan agama melalui pagelaran-pagelaran wayang. Dalam pagelaran tersebutlah Tembang yang dilantunkan oleh para sinden ataupun gerog berisi tentang ajaran mengenai kehidupan alam manusia.

Pandangan hidup masyarakat Jawa diekspresikan dalam musik Gamelan yang  merupakan sebuah keselarasan dalam berbicara dan bertindak-tanduk sehingga menciptakan toleransi antar sesama

Gatra yang nyata dalam musiknya ialah tarikan dari alat musik rebab yang sedang, paduan yang seimbang dari alat musik saron, kenong, gendang, gambang serta gong pada saat setiap penutup rima. Rima yang khas yang dihasilkan ialah perpaduan jenis suara dari masing-masing alat musik.

“Musik gamelan bisa dijadikan pelatihan pengolahan rasa sehingga manusia memiliki sifat ‘merasa’ yang bermanfaat untuk sekitarnya”.

Pada masyarakat Jawa, alat musik gamelan memiliki fungsi estetika atau keindahan yang berhubungan langsung dengan nilai-nilai sosial, moral serta spiritual. Dalam suasana apapun dan bagaimanapun suara dari alat musik gamelan mempunyai tempat tersendiri di hati masyarakat Jawa. Alat musik gamelan bisa dimanfaatkan guna mendidik rasa keindahan seorang individu. Individu yang berkecimpung dalam dunia karawitan, rasa setia kawan akan tumbuh seiring dengan tegur sapa yang halus serta perilaku yang sopan.

“Gamelan dapat melatih kepekaan dan rasa solidaritas”

Alat musik gamelan bisa membuat seorang individu tidak egois karena para pemain harus bisa menciptakan harmoni satu sama lain. Ada yang mempunyai peran untuk memainkan nada lantang dan sebaliknya, ada yang menciptakan nada pelan. Harmoni dari suara alat musik gamelan yang teratur tersebut membuat paduan suara dari alat musik gamelan semakin enak untuk didengar.

Alat musik gamelan yang digunakan sebagai alat pendidikan masyarakat, khususnya pada masyarakat Jawa terus mekar sesuai dengan mekarnya zaman. Harmonisasi alat musik gamelan membawa musikalitas ke dalam pikiran seorang individu dengan memasukkan pelajaran  juga contoh yang terkandung dalam alunan gendhing. Gendhing sendiri berisikan tentang suratan dari para leluhur yang kemudian dilantunkan melalui nembang. Surat yang diantar melalui gendhing menunjukkan bahwasannya tradisi lisan yang tertulis dari para leluhur menjadi sebuah afinitas budaya Jawi yang adhiluhung yang diturunkan ke angkatan selanjutnya.

Referensi:

[1] Iswantoro, Gatot. “Kesenian Musik Tradisional Gamelan Jawa Sebagai Kekayaan Budaya Bangsa Indonesia.” Journal of Applied Science Tourism 3.1 (2018)

[2] Nugroho, Wisnu Sinung, “Garap Rebab Pengawe, Kayun, Tekong, Tejakatong, Sumedhang, dhempel.” Diss. Institut Seni Indonesia (ISI), Surakarta, (2018)

[3] Syaifudin, Rohman, dan Yusup Rohmadi. “Fungsi Gamelan Dalam Tradisi Sekatenan Di Keraton Kasunanan Surakarta.” Analisis Filsafat Kebudayaan. Diss. UIN Surakarta, (2023)

[4] Setyawan, Arya Dani. “Karawitan Jawa Sebagai Media Belajar dan Media Komunikasi Sosial.” Trihayu: Jurnal Pendidikan Ke-SD-an, (2017)

Baca tulisan menarik lainnya di Dedikasi.id!

*Essai ini merupakan karya kiriman dari Kelas Lapangan mata kuliah Etika Jawa Prodi Tasawuf dan Psikoterapi Semester 4 IAIN Kediri yang diampu oleh Sunarno, M.A. Kuliah lapangan diadakan pada 3 Juni 2023 di Sekolah Alam Hijau Daun, Mojoroto, Kota Kediri dengan mengundang pemateri seorang pegiat budaya Jawa asal Yogyakarta bernama Andi Rahmat Nur Rohmah dengan nama panggung “Kang Atmo”.

Penulis : Wella A.Apriliani (Mahasiswi Tasawuf Psikoterapi Semester 4)

Editor  : Finaqurrota

Exit mobile version