Site icon DẽDIKASI.ID

Lapak Baca: Gerakan Kecil yang Mungkin Harus Kau Coba

Lapak baca.

Banner lapak baca. (Sumber Gambar: @lapakbacanyala)

(DEDIKASI)- Tulisan utopis ini merupakan lanjutan tulisan saya sebelumnya yang berjudul “Pentingkah Menumbuhkan Gerakan Alternatif Bagi Mahasiswa?”. Tulisan ini mungkin tak ubahnya seperti angin yang berlalu. Kenapa? Karena akan sia-sia seperti tulisan sebelumnya yang tak dapat memberi perubahan ‘sedikitpun’ di kalangan mahasiswa IYAIN Kediri secara khusus dan mahasiswa Kediri secara umum. Saya tak akan muluk-muluk membayangkan perubahan untuk mahasiswa Indonesia. Ada perubahan sedikit saja di IYAN Kediri, menurut saya, sudah cukup.

Saya akan mengawali dengan meraba gerakan-gerakan ‘alternatif’ yang pernah ada di IYAIN Kediri. Sependek pengalaman saya sebagai mahasiswa kampus tebu, dulu ketika masih STAIN, ada gerombolan mahasiswa yang suka membuka lapak baca. Lalu, setelah berganti IYAIN dan gedung-gedung baru muncul, lapak baca itu menghilang. Mungkin gerombolan mahasiswa itu sudah lulus dan tidak mempunyai generasi penerus sehingga lapak baca yang tadinya menghiasi STAIN Kediri juga ikut hilang.

Pernah suatu ketika saya berselancar ria di instagram dan menemukan sebuah komunitas diskusi yang ternyata pernah ada di STAIN. Saya lupa namanya apa, tetapi saya ingat betul bahwa mereka menamakan diri sebagai komunitas dengan fokus kegiatan berdiskusi seputar filsafat. Kegiatan mereka dilakukan di depan salah satu kelas di Kampus 1. Informasi tadi berdasarkan pamflet yang mereka unggah di akun instagram yang sudah lama tak mengunggah info diskusi lagi. Kita dapat membayangkan bagaimana semaraknya IYAIN Kediri dengan kegiatan-kegiatan yang diinisiasi secara kolektif oleh mahasiswa.

Baca juga

Tetapi itu dulu. Kini, kampus sepi. Kebanyakan mahasiswa, setelah kuliah, memilih untuk pulang ke rumah, ke kos, ke warung kopi, atau berkeliling Kediri sekadar memberi makan kegabutan. Saya tidak menyalahkan mereka yang mempunyai siklus seperti itu yang orang-orang menyebutnya mahasiswa “Kupu-kupu” (Kuliah-Pulang-Kuliah-Pulang). Mereka tidak salah, seperti yang sudah ditulis oleh orang-orang sebelum saya menulis ini, mungkin mereka di rumah punya kesibukan lain yang mengharuskan mereka berlalu pulang setelah kuliah. Juga mereka yang pulang ke kos, mungkin mereka juga punya kesibukan di kos, misalnya melakukan pengamatan aktivitas netizen di sosial media dengan cara scroll reels instagram, tiktok, atau twitter. Sungguh kegiatan yang sangat berdampak untuk kemajuan negara. Xi xi xi.

Saya pernah berharap kepada mereka yang memilih untuk mendermakan hidupnya untuk organisasi. Entah itu organisasi intra atau ekstra kampus. Mereka seharusnya dapat menjadi titik api untuk memantik kegiatan yang dapat meramaikan ruang publik di kampus. Tetapi saya salah. Berharap kepada mereka seperti saya berharap hujan turun di bulan Juni. Mereka ternyata sama saja seperti yang mereka anggap sebagai mahasiswa kupu-kupu itu.

Lupakan soal itu. Semua pada akhirnya kembali pada kemerdekaan setiap individu untuk memilih. Sampai di sini, kita sebagai mahasiswa yang ketika masa Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) diberi materi tentang Tri Dharma perguruan tinggi, sudah seharusnya sadar akan kekosongan ruang publik kampus.

Baca juga

Ruang publik kampus yang seharusnya bisa menjadi tempat bertukar pikiran dan keresahan akhirnya hanya akan menjadi sepi. Di sini, saya akan menawarkan sebuah gerakan kecil. Sebuah gerakan yang sebelumnya pernah ada dan karena suatu hal, akhirnya hilang dan sirna. Gerakan yang saya maksud adalah membuat lapak baca.

Di tulisan sebelumnya, saya menawarkan bahwa gerakan alternatif yang dapat dilakukan oleh mahasiswa atau rakyat adalah lapak baca. Dalam lapak baca itu, diharapkan dapat menjadi tempat sirkulasi bagi banyak pengetahuan. Saya akan meralatnya. Tidak salah juga jika membuka lapak baca di luar kampus. Tetapi, saya lupa ketika menulis itu, di IYAIN belum ada yang memotori gerakan kecil itu. Saya merasa bersalah karena melupakan hal yang seharusnya menjadi tanggung jawab moral sebagai orang yang menyandang gelar mahasiswa.

Saya lupa, kalau lingkungan terdekat saya saja minat bacanya masih belum baik. Lingkungan yang saya maksud ini adalah kampus di mana saya berkuliah saat ini. Menurut saya, sebelum merambah ke akar rumput, membuka lapak baca, dan menyebarkan virus literasi kepada mereka, pertama-tama harus menyasar ke ranah kampus atau mahasiswa dulu. Berapa to jumlah mahasiswa yang suka membaca buku di IYAIN? Apakah mencapai setengahnya? Saya sangat skeptis soal ini.

Mungkin saya terlalu berani bertanya tentang kuantitas tapi tidak berdasarkan data. Tetapi, saya mengatakan ini berdasar pengamatan sederhana yang saya lakukan. Ya, walaupun tidak bisa dipertanggungjawabkan juga. Dapat diambil kesimpulan sederhana bahwa lapak baca hendaknya lebih dulu diutamakan di kampus, digerakkan secara kolektif oleh mahasiswa yang mempunyai kesadaran. Karena akan lucu kalau kalangan yang dalam kehidupan akademiknya seharusnya bergumul dengan buku, malah jauh dari buku. Bukan tanpa alasan saya mengambil kesimpulan seperti itu. Saya membayangkan kalau lapak baca yang diinisiasi oleh mahasiswa misalnya, sudah banyak bertebaran di kalangan akar rumput. Tetapi, ternyata di kalangan mahasiswa, virus literasi masih sangat-sangat kurang. Kan jadi aneh dan lucu.

Kawan-kawan yang memilih kuliah di UIN Syech Wasil (tapi masih lama), telah sampailah kita pada wacana yang ditunggu-tunggu, minimal untuk diri saya sendiri. Lalu, gerakan alternatif apa yang dibutuhkan di IYAIN Kediri? Mungkin, jawabannya adalah lapak baca. Seperti alasan yang saya tulis tadi, agaknya, kehadiran lapak baca di kampus tebu sangatlah dibutuhkan. Walaupun minat bacanya terbilang kurang, tetapi dengan adanya lapak baca yang buka lapak secara konsisten, mungkin akan sedikit memantik mahasiswa kampus tebu untuk mulai suka membaca.

Foto: Lapak Baca di Kampus 4 IAIN Kediri (Dedikasi)

Lapak baca yang dibuka di taman-taman kampus, depan kelas, halaman kampus, atau di kantin, akan mempermudah mahasiswa untuk menjangkaunya ketimbang harus jalan kaki lalu mengeluarkan kartu tanda anggota untuk masuk ke perpustakaan. Tapi bukan berarti keberadaan lapak baca ini untuk membuat perpustakaan menjadi sepi. Bukan seperti itu ya konsepnya, pren.

Lapak baca dapat menjadi solusi ketika mahasiswa sedang menunggu kedatangan dosen yang sedang dalam perjalanan menuju kampus atau bahasa kerennya datangnya telat, atau ketika sedang jeda mata kuliah. Mahasiswa dapat datang ke lapak baca untuk sekadar membaca satu atau dua halaman. Atau bisa juga hanya sekedar berbincang tipis mengenai isu yang ada di kampus dan tentang kenaikan harga BBM.

Selain itu, lapak baca juga harus inklusif dan egaliter. Semua makhluk boleh datang. Entah dia dari biru kuning, hijau hitam, hijau, atau merah, semua boleh bergabung. Yang datang juga harus siap-siap menjadi setara dengan yang lain. Entah dia di kampus menjadi presiden mahasiswa misalnya, datang ke lapak baca, posisinya sama, menjadi pembaca seperti yang lain.

Untuk kawan-kawan yang memang mendermakan dirinya di jalur perjuangan, pergerakan, atau apalah itu istilahnya. Jika membaca tulisan ini, silakan masukkan ke dalam list renungan. Jangan koar-koar dulu dan bangga membuat snap Whatsapp dengan caption “Kampus pergerakan nih, bos. Senggol dong!” kalau masih belum mau memotori gerakan kecil ini.

Gerakan kecil ini mungkin dapat menjadi aksi nyata kalian dalam berjuang memberantas kebodohan. Meskipun terlihat melelahkan karena membutuhkan konsistensi, tetapi apa salahnya jika dicoba. Saya sendiri pun juga masih mengumpulkan kekuatan dan membuang segala macam kepeningan politik untuk mencoba membuka lapak dan mengajak, minimal, teman sekelas saya untuk mencintai buku.

Tulisan ini, semoga menjadi angin yang berlalu di awal musim penghujan tahun 2022. Jika ada yang membacanya, saya sangat berterimakasih karena telah mau meluangkan waktu untuk membaca tulisan utopis ini. Semoga kita selalu berada di jalan perjuangan ini!

Tabik.

Baca tulisan menarik lainnya di Dedikasi.id!

Penulis: A. Syafi’i (Hamba amatiran yang masih mengumpulkan niat untuk membaca segala hal)

Editor: Firnas

Exit mobile version