Site icon DẽDIKASI.ID

PEMIRA dan Kotak Kosong: “Lagu Lama” yang Terulang Kembali

Calon Ketua DEMA Institut terlihat sedang memberikan suaranya di Tempat Pemungutan Suara (TPS) (Foto: Dokumentasi KPUM)

Calon Ketua DEMA Institut terlihat sedang memberikan suaranya di Tempat Pemungutan Suara (TPS) (Foto: Dokumentasi KPUM)

DEDIKASI.ID – Fenomena “Kotak Kosong” kembali muncul pada Pemilu Raya (PEMIRA) tahun ini. Hal itu terjadi karena tidak adanya calon dari partai lain atau kandidat jalur independen yang maju. Tercatat, hanya pos calon ketua DEMA Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, calon ketua HMPS Studi Agama-Agama, dan calon Ketua HMPS Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah saja yang tidak melawan kotak kosong dikarenakan ada calon independen yang mengajukan diri.

Meskipun melawan kotak kosong, menurut UU Pemilu Raya pasal 9 ayat 5, maka suara tetap dianggap sah jika memenuhi perolehan suara 25% untuk Program Studi, 20% untuk Fakultas, dan 10% untuk Institut dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Lebih lanjut, pada ayat 6 menjelaskan bahwa jika perolehan suara tidak memenuhi syarat tersebut maka tidak akan ada pemilihan ulang, namun diadakan rapat majelis Senat Mahasiswa untuk menentukan Pelaksana Tugas (PLT). Hal itu seperti disampaikan M. Ainul Yaqin, Ketua KPUM IAIN Kediri kepada LPM Dedikasi, Kamis (24/11).“

“Jika terdapat kasus yang seperti itu (kotak kosong yang memenangkan pemungutan suara) maka akan ditindaklanjuti pada rapat pleno anggota SEMA Institut pasca Pemilu Raya yang akan melibatkan Bapak Dimyati Huda selaku Wakil Rektor III dengan pembahasan mengenai wilayah yang dimenangkan oleh kotak kosong,” ujar Ainul.

Mendekati PEMIRA, para kandidat dan tim suksesnya menunjukkan eksistensinya dengan menyuarakan visi-misi yang dimiliki. Namun, di sisi lain, tidak sedikit pula kalangan mahasiswa yang lebih memihak pada kotak kosong. Mereka mengampanyekan kotak kosong melalui berbagai media sosial.

Syaiful Anwar, Ketua Bawaslu-M, mengatakan bahwasanya mengampanyekan kotak kosong diperbolehkan selama tidak membuat isu-isu yang memojokkan pasangan calon (paslon) ataupun mengajak untuk golput. Seperti misalnya, dari seluruh elemen mahasiswa, paslon lain mengajak untuk golput dan menjelekk-jelekkan salah satu paslon agar tidak memilih.

Karena pada dasarnya ketika mahasiswa memilih kotak kosong dalam calon tunggal bukan berarti golput, hasil suara tersebut tetap dihitung dan menjadi pertimbangan dalam rapat pleno,” ujar Syaiful.

Baca tulisan lainnya

Namun, ia juga mengatakan bahwa tidak cukup hanya dengan memilih kotak kosong. Mahasiswa juga harus mengawal segala bentuk hasil sidang pleno tersebut siapa yg berhak dan layak menjadi wakil dari mahasiswa.

Jadi sayang jika tanpa dikawal terus hasil dari sidang pleno SEMA institut dan Warek 3 adalah orang yang dekat dengan mereka sama saja nilai-nilai demokrasi tidak ada,” kata Syaiful.

Sebagai satu-satunya calon ketua DEMA IAIN Kediri yang tentunya akan menghadapi kotak kosong, M. Eko Yulianoor, mengatakan bahwa dirinya bukan tidak melakukan persiapan apa-apa. Ia sudah berupaya semaksimal mungkin melalui personal branding dan juga menyusun visi-misi dengan baik. Ia pun mengaku siap jika nantinya kotak kosong yang menang.

Itu kan keputusan dari teman-teman mahasiswa dan kita harus demokratis. Keputusan dari teman-teman mahasiswa adalah keputusan konkrit,” ujar Eko, Kamis (24/11).

Sementara itu, mahasiswa berbeda pendapat terkait fenomena kotak kosong ini. Salah satunya seperti disampaikan Andini (bukan nama sebenarnya). Menurutnya, akan lebih baik jika mahasiswa memilih calon yang ada daripada kotak kosong.

Karena kita harus dapat memilih pemimpin dengan baik. Meskipun kita memilih kotak kosong, pemimpin pun akan tetap ada. Jikalau pemilihan banyak terdapat pada kotak kosong, maka kepengurusan akan amburadul,” jelas Andini yang merupakan mahasiswa program studi Ekonomi Syariah semester 3 pada Selasa (29/11).

Di sisi lain, mahasiswa juga memilih tidak ambil pusing terkait kotak kosong ini karena mereka tidak begitu mengetahui terkait PEMIRA. Hal itu seperti disampaikan Windi (bukan nama sebenarnya) yang merupakan mahasiswa program studi Pendidikan Agama Islam semester 3. Ia mengatakan bahwa dirinya tidak mengetahui calon-calon yang ada, sehingga ia tidak tahu akan memilih siapa.

Mungkin yang tidak mengerti bukan aku saja. Bahkan mungkin mahasiswa lain juga banyak yang tidak tahu,” kata Windi kepada LPM Dedikasi, (25/11).

Baca tulisan menarik lainnya di Dedikasi.id!

Penulis: Intan, Galang
Editor: Maulana

Exit mobile version