Site icon DẽDIKASI.ID

Padepokan Kediri Garuda Nusantara: Lestarikan Ilmu Kejawen Sebagai Penengah Antaragama

Salah satu sudut di padepokan Garuda Nusantara. (Foto: Dedikasi)

Salah satu sudut di padepokan Garuda Nusantara. (Foto: Dedikasi)

(DEDIKASI) – Di tengah banyaknya individu maupun kelompok di masyarakat yang saling mengunggulkan ajaran agamanya masing-masing, ternyata masih ada sebuah keilmuan yang menjadi penengah di antara semua ajaran dan pemeluk agama-agama tersebut. Keilmuan itu adalah ilmu kejawen yang juga turut dilestarikan oleh Padepokan Kediri Garuda Nusantara.

Suwarno selaku juru kunci padepokan menjelaskan bahwa padepokan ini tidak membahas perihal sesuatu yang berkaitan dengan agama. Namun, padepokan yang terletak di Desa Menang, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri ini lebih berfokus pada menghidupkan kebudayaan yang sifatnya berupa karya sastra dan juga hal-hal spiritual dalam lingkup ilmu kejawen.

Disini itu tidak menceritakan agama, ya merdeka lah istilahnya, masing-masing, hak-hak pribadi. Ini itu cuma ilmu kejawen,” ucap pria berusia 56 tahun itu saat diwawancarai LPM Dedikasi, Minggu (23/10).

Lebih lanjut, Suwarno menjelaskan beberapa ajaran yang dibahas di padepokan ini, diantaranya perihal konsep Sangkan Paraning Dumadi yang merupakan pengetahuan kerohanian tentang sang pencipta dimana proses manusia berasal dari gusti (Tuhan), maka semua akan kembali pada gusti. Selain itu, ada juga istilah mengenai kakang gawan ari-ari. Kakang gawan ari-ari adalah pendamping manusia. Kakang gawan ari-ari mengetahui kehidupan kita sebelumnya dan bertugas mencatat karma manusia. Hal tersebut berkaitan dengan reinkarnasi manusia.

Baca tulisan lainnya

Kakang gawan ari-ari itu yang mendampingi manusia, yang tahu kehidupan sehari-hari itu jadi apa, namanya siapa. Kalau bisa menemui kakang gawan ari-ari itu, dia bisa cerita. Jadi, ceritanya manusia reinkarnasi itu memang betul. Jadi ngga cerita film-film itu, tapi ya kalo bisa masuk ke alam itu, alam kegaiban,” jelas Suwarno.

Sementara itu, padepokan ini didirikan oleh Andik Sauri pada tahun 2017. Suwarno menuturkan, Andik Sauri atau yang akrab dipanggil Anak Mantu, memang sudah memiliki kelebihan sejak kecil. Ia telah telah didampingi leluhur yang bukan merupakan keturunan nasab ataupun nenek moyang, melainkan hal gaib. Ia pun mulai berguru kepada leluhur tersebut untuk mengembangkan ilmu-ilmu kejawen. Andik Sauri kemudian diberi julukan oleh alam yakni Kanjeng Heru Cakra Buana.

Kegiatan rutin di paguyuban ini adalah ritual selamatan yang diadakannya atas petunjuk leluhur dan pengajaran materi-materi kejawen yang diadakan setiap malam sabtu jam 19.00 WIB. Padepokan ini memiliki kurang lebih 2000 anggota yang berasal dari berbagai daerah termasuk luar negeri, seperti Kediri, Bali, Malaysia (Selangor), dan lain lain. Selain itu, para anggota juga berasal dari berbagai macam latar belakang agama yang berbeda, yakni Kristen, Hindu, Islam, dan Buddha.

Baca tulisan menarik lainnya di Dedikasi.id! 

Penulis: Bella, Dian

Editor: Maulana

*Tulisan ini merupakan karya peserta Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar (PJTD) LPM Dedikasi.

Exit mobile version