Site icon DẽDIKASI.ID

Nuansa Masjid Jawa di Tengah Persawahan Semen Kabupaten Kediri

Poto Joglo Wilis, Ds. Titik, Kec. Semen, Kab Kediri (Foto: Faizza Aura)

Poto Joglo Wilis, Ds. Titik, Kec. Semen, Kab. Kediri (Foto: Faizza Aura)

(DEDIKASI.ID) – Salah satu masjid budaya yang berada di Kabupaten Kediri yaitu Masjid Joglo Rahmatan wa Salaman. Masjid Joglo ini terletak di Dusun Cangkring, Desa Titik, Kec. Semen, Kab. Kediri. Dibangunnya masjid ini dilandasi oleh keinginan orang tua pemilik. Kemudian diwujudkan agar para petani bisa melaksanakan ibadah tanpa harus kembali ke rumah.

Hanafi selaku pemilik menjelaskan awal mula berdirinya masjid tersebut. Pembangunan masjid dilakukan sebagaimana bentuk hormat seorang anak kepada orang tua.

Jauh sebelum masjidnya berdiri, mungkin tahun 2015, bapak ibu saya pengen bikin mushala atau langgar di sawah. Waktu itu pengennya langgar kecil buat petani atau orangorang yang bekerja di sawah. Awalnya nyari jalan gak bisa, butuh akses jalan gak dapet, akhirnya belum bisa terwujud,” jelas pemilik masjid saat wawancara melalui WhatsApp pada (22/10).

Baca tulisan lainnya

Karena belum ada jalan untuk akses ke lokasi berakibat pada molornya pembangunan. Namun, akhirnya pembangunan bisa dimulai ketika jalan sudah dibangun oleh pemerintah desa. “Setelah ada jalan yang dibangun oleh pemerintahan desa, pada tahun 2019 kita wujudkan pembangunan masjid itu,” tutur Hanafi.

Masjid Joglo Rahmatan wa Salaman ini berdiri di tanah milik orang tua Hanafi sendiri. Pembangunan masjid dimulai pada pertengahan bulan suci Ramadhan yang memiliki maksud tertentu.

Lahan yang saya buat masjid ini adalah milik bapak dan ibu saya, pak slamet dan bu kasih. Mulai pembangunan tanggal 17 Ramadhan 1440 H/22 Mei 2019, waktu Nuzulul Qur’an 2019. Letaknya di Desa Titik, Kec. Semen,” tambahnya.

Alasan Hanafi mendirikan masjid nuansa Jawa ini, untuk memberikan arsitektur masjid yang berbeda dari masjid pada umumnya. 16 pilar kayu jati yang kokoh berdiri tegak menyangga atap masjid. Bagian plafon di design terbuka dengan kerangka berbahan kayu jati.

Saya pengen beda saja, kalau bentuk masjid batu ya sudah banyak, supaya lebih tradisional dan mudah diingat. Kebetulan saya juga senang bendabenda seni dan sebagainya, saya bersama keluarga berkeinginan membuat masjid dari kayu berupa masjid joglo itu. Hampir 80% dari kayu jati, terutama bagian aula itu malah full jati,” ungkapnya.

Ada beberapa corak ukiran di masjid ini, pada bagian mihrab bercorak gebyog khas Ponorogo. Pintu depan dan samping utara dibuat pada tahun 1871 bermotif Mojokerto dengan usia 150 tahun lebih. Adapun joglo sinom atau aula berasal dari satu rumah dengan corak khas Sumenep.

Suasana masjid Rahmatan wa Salaman (Foto: Dedikasi)

Dalam mengonsep bangunan ini, ada beberapa kesulitan yang dihadapi seperti kebutuhan material dan penempatan berbagai motif itu sendiri.

Yang mengonsep saya sendiri, di arsiteki sendiri, di gotakgatuk sendiri, akhirnya ya jadi seperti itu. Nggak punya konsep sebenernya, kalo nggak cocok ya dipindahpindah, ya jadi mungkin cobcoba saja ya alhamdulillah jadinya seperti itu,” tuturnya.

Masjid Joglo ini memiliki beberapa fasilitas yang bisa digunakan oleh pengunjung. Fasilitas tersebut antara lain seperti perlengkapan acara pelatihan, camping, pengajian, serta konsultasi tentang haji, dan peternakan. Dengan pemandangan yang asri dan sejuk tempat ini sangat cocok untuk digunakan sebagai kegiatan.

Mungkin yang ada itu, ada aula dan campground di sebelah selatan depannya rumah bambu biasanya untuk camping. Kemudian juga kalo mau edukasi soal kambing ada kandang kambing juga dan tentunya masjid itu sendiri dan sebagainya. Kalo yang di tengah itu kantor Kelompok Belajar Ibadah Haji dan Umroh (KBIH) kebetulan kita juga mengelola KBIH,” tegas Hanafi.

Informasi tambahan datang dari salah satu pengunjung yang melaksanakan kegiatan di masjid tersebut. Ia menyampaikan bahwa tempat ini cocok untuk sebuah kegiatan. Pemilihan tempat kegiatan selalu dilaksanakan berdasarkan pertimbangan mengenai ketersediaan fasilitas, kapasitas, aksesibilitas, dan relevansi dengan acara yang diadakan.

Untuk opsi lain ada, tapi tetap lokasi masjid ini menjadi lokasi utama. Pemilihan tempat ini dilakukan berdasarkan pertimbangan seperti ketersediaan fasilitas, kapasitas, aksesibilitas, dan relevansi dengan acara yang akan dilaksanaakan,” pungkas Galang selaku ketua kegiatan tersebut.

Baca tulisan menarik lainnya di Dedikasi.id!

Reporter : Huda

Penulis : Nurafan, Thalia, Faizza, Huda

*Berita ini merupakan hasil dari Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar (PJTD) 2023

Exit mobile version