dedikasi.id – “Marawi, dipukul punggung lebam, dipukul kepala lebam, dipukul mata lebam,” sepenggal puisi yang dibaca oleh Aslam Pratama, mahasiswa IAIN Kediri dalam acara nonton bareng film “Kanan Merah, Kiri Hijau”.
Di jagat maya Indonesia, beberapa hari terakhir dalam bulan September ini, banyak beredar pamflet yang bertuliskan “September Hitam”. Kalimat itu sendiri merujuk pada banyak kejadian pelanggaran HAM yang kebetulan terjadi pada bulan September, seperti tragedi pembantaian 1965-1966, tragedi Tanjung Priok 1984, dan pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib tahun 2004 di pesawat saat perjalanannya ke Amsterdam, Belanda. Kisah perjuangan Munir diabadikan oleh Watchdoc Documentary dalam film dokumenter yang berjudul, “Kanan Merah, Kiri Hijau”.
Di bawah Bukit Klotok, di sebuah warung kopi bernama Warkop Maspu, sebuah layar putih terpasang di tengah-tengahnya. Tepat pukul 20.00, sebuah film diputar di sana. Acara itu adalah acara nonton bareng film “Kanan Merah, Kiri Hijau” yang diselenggarakan oleh sekumpulan wartawan yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri dan Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) DK Kediri.
Acara yang berlangsung pada (29/9) itu diawali dengan sambutan dari Danu Sukendro selaku ketua AJI. Sebelum film diputar, diisi dengan pembacaan puisi berjudul “Marawi” oleh Aslam Pratama, mahasiswa IAIN Kediri. Tujuan dari diadakannya acara itu sendiri adalah untuk merawat ingatan bahwa di bulan September banyak terjadi pelanggaran HAM. Hal itu senada dengan pernyataan dari Pipit Syahrodin, selaku Sekretaris Jendral (Sekjend) PPMI DK Kediri ketika ditanya mengenai tujuan dari acara itu. “Dalam rangka merawat ingatan September Hitam,” jawabnya ketika diwawancarai via WhatsApp.
Setelah pemutaran film selesai, acara dilanjutkan dengan diskusi menghadirkan Moh. Fikri Zulfikar, penulis dan anggota AJI Divisi Advokasi, sebagai pemantik. Di dalam esai yang ditulis olehnya, yang disebarkan kepada peserta nonton bareng, ditulis bahwa, “Film produksi Watchdoc Documentary cukup mampu mengisahkan hal-hal besar yang diperjuangkan Munir selama hidupnya.”
Film itu juga mewakili rasa di bulan September. Seperti yang diungkapkan oleh Rina Febilantin Riadi, dari LPM Express, Jombang. “Film yang ditayangkan kemarin itu mewakili rasa di bulan September. Dimana bulan September itu dipenuhi dengan kejadian-kejadian yang bisa dikatakan kurang pas di hati masyarakat, mas, baik itu dari sudut (pandang) pendidikan, ekonomi, politik, dan lain sebagainya,” ungkapnya.
Diskusi berlangsung hingga pukul 22.00 WIB. Beberapa wacana terlontar di sana. Seperti yang dilontarkan oleh salah satu peserta yang mengatakan bahwa harus ada suatu gerakan yang dilakukan agar pelanggaran HAM tidak terjadi lagi.
Baca juga artikel terkait Berita atau tulisan menarik lain di dedikasi.id
(dedikasi.id – Berita)
Reporter : Syafi’i
Penulis : Syafi’i
Editor : Firnas