Site icon DẽDIKASI.ID

Membaca Kota Pare dalam Ingatan Mojokuto

Terlihat pemateri saat menjelaskan materinya. (Foto: Dedikasi)

Terlihat pemateri saat menjelaskan materinya. (Foto: Dedikasi)

(DEDIKASI.ID) – Tidak kurang dari 30 buku dijejer rapi oleh Iwan Tualang Buku di meja Kedai War Wer Sekolah Alam Ramadhani dalam peringatan hari Buku Nasional 17 Mei 2023, senja.

Pesta buku tahun ini di Sekolah Alam Ramadhani  dibungkus dalam tema “Bukumu Budayamu”. Semenjak pagi, SAHHALA atau Sekolah Alam Ramadhani telah riuh dengan rangkaian acara bertajuk PANJI MANGKU BUKU. Anak-anak Ramadhani-begitu mereka dipanggil yang tak kurang dari 60-an anak larut dalam dongeng panji berjudul Cindelaras yang dibawakan Sania – Kru Teater Kanda. Di tangannya, ia membolak balik sebuah buku dongeng tipis untuk menunjukkan kepada anak-anak bagaimana buku menjadi sumber jalan cerita.

Seusai berjalan-jalan dengan Cindelaras, anak-anak Ramadhani kemudian di ajak untuk bersama-sama melukis dan mewarnai topeng panji. Hasil karya mereka kemudian digunakan untuk menari bersama dengan iringan lagu tradisional. Tarian kontemporer dipandu oleh Afifatuz Zahroh – Kru LPM DeDIKASI. Keceriaan anak-anak Ramadhani berakhir di jam 12 siang, sholat dzuhur lalu pulang.

Setelah matahari sedikit melembutkan panasnya sekira jam 3 sore, diskusi Mojokuto mengambil alih atmosfer Hari Buku Nasional  Ramadhani. Diskusi berjalan dengan preambule-pembukaan oleh ketua komunitas Mojokuto Reader Society yang berbasis di Pare, Aris Thofiro. Tidak dengan tangan kosong, Aris membawa serta 2 jilid tebal buku Agama Jawa Clifford Geertz. Dalam cerita Aris, di masa kanak-kanak nya ia sempat bertemu sang empu-nya buku.

Suasana ketika prosesi diskusi berlangsung. (Foto: Dedikasi)

Satu per satu pertanyaan terlontar merangkai diskusi sore itu yang kurang lebih diisi oleh 20 orang termasuk Sunarno, Dosen Psikologi IAIN Kediri dan pemilik Sekolah Alam Ramadhani. Pertanyaan yang muncul meliputi bagaimana Pare yang merupakan kota di dalam Kabupaten terpilih menjadi tempat penelitian Geertz hingga relevansi konsep Santri-Priyayi-Abangan di masa kini.

“…kalau dalam pelaksanaannya dulu, dikatakan bahwa ketiga konsep itu tidak berjalan seperti kasta-kasta yang membatasi seperti pemahaman kita sekarang ini, tetapi ketiga konsep itu berjalan alami dalam kehidupan masyarakat dan tidak saling bertentangan..,” ujar Aris untuk menjawab salah satu pertanyaan dari peserta tentang pelaksanaan konsep Santri-priyayi-Abangan Geertz.

Baca tulisan lainnya

Dari kedua buku tebal dan literature mengenai Mojokuto, Aris menangkap bahwa penelitian tentang kota akan sangat berguna di masa depan. Ia kemudian menutup diskusi dengan pesan untuk terus berkarya, tentang kota dan lingkungan dalam bidang masing-masing. Selanjutnya pembacaan puisi mengenai permintaan maaf kepada buku dibacakan oleh salah satu peserta diskusi, menambah takzim perayaan HarBukNas Ramadhani.

Sebagai informasi, Komunitas Mojokuto Reader Society adalah komunitas nirlaba yang mengimani semangat Geertz untuk tidak berhenti mempelajari kota dan lingkungan. Upaya refleksi ini adalah ikhtiar demi progresifitas dalam keadaan lingkungan hidup. Berdiri sejak pandemic, komunitas ini secara rutin setiap 2 minggu sekali menggelar diskusi di Pare bersama responden penelitian Geertz yang masih hidup untuk mengingat kembali Kota Pare di masa lalu. Kegiatan Mojokuto Reader Society dapat diikuti di channel youtube “Mojokuto TV”.

Baca tulisan menarik lainnya di Dedikasi.id!

Reporter : Finaqurrota

Penulis : Finaqurrota

Exit mobile version