(DEDIKASI.ID) – Suara tetabuh dari sebuah rebana terdengar mengiringi acara Mbarang Jantur. Tetabuh rebana itu tak sendiri, semalaman ia dibarengi kolaborasi Wayang Cekik yang didalangi oleh Majid Panjalu di Sekolah Alam Ramadhani. Rabu, 01 Maret 2023.
Rupanya, tetabuhan rebana ini berasal dari Saraswati Sunindyo. Perempuan yang kerap dipanggil Eyang Ayas ini lahir di Indonesia dan menjadi seniman di Seattle Amerika Serikat. Lulus sebagai salah satu alumnus Universitas Indonesia, ia melanjutkan studinya di University of Wisconsin, Amerika Serikat. Tak hanya sebagai pembelajar, ia juga pernah berprofesi sebagai dosen di University of Washington.
Selain bergelut di dunia pendidikan, Saraswati juga salah satu pegiat seni. Hal ini ia dapatkan dari latar belakang ayahnya yang berprofesi sebagai seorang guru kesenian. Dalam pendidikan yang diberikan oleh ayahnya, Saraswati merasa bahwa ia dibebaskan untuk memilih kehidupannya. Ayahnya tidak membatasi apa yang diinginkan Saraswati, hanya saja ia berpesan untuk selalu bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan.
Setelah pensiun menjadi dosen di University of Washington, Eyang memutuskan untuk melanjutkan hidupnya sebagai seorang seniman. Hal ini Eyang lakukan sebab bertambahnya usia, hidupnya harus tetap membuahkan suatu hal yang bermanfaat bagi masyarakat disekitarnya. Perjalanan hidup belum terhenti.
Sebagai seorang seniman, Eyang sering mendapat undangan dari berbagai acara di Indonesia. Selain mengembangkan bakatnya, hal ini Eyang lakukan untuk menjalin hubungan persaudaraan. Berbekal Rebana dan lantunan dongeng, Eyang Ayas berkeliling menampilkan seninya di sudut Desa hampir di seluruh Indonesia.
Baca tulisan lainnya
- Bukan Dirancang Arsitek, Bangunan Padepokan Kediri Garuda Nusantara Dibangun dengan Petunjuk Leluhur
- Sumber Gundi: Sejarah, Tradisi, dan Sisi Mistis
Pada kesempatan malam itu, Saraswati menghadiri undangan teman lamanya di Sekolah Alam Ramadani di jalan Supit Urang, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri. Didampingi penampilan Wayang Cekik, ia melantunkan syair cinta sembari menceritakan kisah pewayangan.
Istilah Eyang Ayas Mbarang Jantur disadur dari salah satu cerita pewayangan “Semar Mbarang Jantur”, yang berkisah tentang kekalahan Pandawa terhadap Kurawa saat merebutkan kerajaan Hastinapura. Akibat kekalahannya tersebut, Pandawa terpaksa tersingkir dan meninggalkan kerajaan. Saat mereka berada dipengasingan, Arjuna merasakan lapar dan menyuruh saudaranya untuk mencari makan.
Dalam cerita dikisahkan bahwa Pandawa yang juga ditemani oleh Semar ikut serta mencari makan untuk Arjuna. Namun hal yang berbeda ketika Semar mendapatkan makanan dengan “Mbarang Jantur” atau dalam istilah Jawanya – ngamen disertai mendongeng.
“Mbarang Jantur artinya ngamen sambil ndongeng. Biasanya pakai batok kelapa untuk sawerannya. Jadi ceritanya itu “Semar Mbarang Jantur” saya ambil jadi “Eyang Ayas Mbarang Jantur,” ujar Eyang saat ditanya oleh tim Dedikasi.
“Eyang Ayas Mbarang Jantur” malam hari itu berhasil menarik perhatian para pemuda untuk hadir pada acara tersebut. Walaupun hujan mengguyur dengan deras, para penikmat budaya tetap antusias untuk hadir dalam acara tersebut.
Izzat salah satu peserta mengungkapkan bahwa penampilan yang disuguhkan cukup sederhana dan dapat menyentuh batin. Tidak hanya itu, setelah pertunjukan selesai terdapat sesi diskusi yang menambah khidmah acara tersebut. Menurutnya pesan motivasi sangat ia rasakan ketika sesi diskusi berlangsung.
“Menurutku acaranya sederhana, tapi nyanyian yang diberikan dapat menyentuh batin, apalagi kalau dicermati dari lirik yang penuh dengan pesan moral. Waktu diskusi cuma satu tanggapanku, yaitu “motivasi hati,” ujarnya saat ditanya oleh tim Dedikasi Via WhatsApp pada 02 Maret 2023.
Baca tulisan menarik lainnya di Dedikasi.id!
Reporter : Bella, Agiel
Penulis : Gilang, Riyadus
Editor : Finaqurrota